BAB I
PENDAHULUAN
Hidup ini adalah perjalanan yang melelahkan, tanjakan maupun
turunan kerap kali dirasakan oleh setiap pejalan, kita semua adalah pejalan
yang dituntut untuk sampai ke tujuan kita, walaupun banyak rintangan maupun
ujian yang kita hadapi ditengah jalan kehidupan. Oleh sebab itu seorang pejalan
hendaklah memiliki panduan dan pedoman dalam menapaki lika-liku fenomena hidup.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah pedoman dan panduan yang telah lulus uji
coba.kita akan menjelaskan lebih lanjut seputar biografi beberapa ulama hadits
dari kalangan sahabat dan pelopor pengkondifikasian Hadits, karena berkat
kegigihan merekalah kita sekarang dapat mengetahui hukum dan mempelajari
As-Sunnah dengan metodologi yang baik.
Di bawah ini kami mencoba sedikit memaparkan lika-liku kehidupan
(biografi) ketujuh ulama muhadditsin dan isi kitab-kitabnya. Kitab-kitab para
muhadditsin tersebut dikenal sebagai KUTUBUS SAB’AH (tujuh kitab hadits)
beserta pelopor pengkondifikasian Hadits.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Biografi Beberapa Ulama Hadits Dari Kalangan Sahabat?
Bagaimana Pelopor Pengkondifikasian Hadits Tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI BEBERAPA SAHABAT PERAWI HADITS
1.
Abu Hurairah
r.a.
Ia paling
banyak meriwayatkan Hadis di antara tujuh orang tersebut. Baqi bin Mikhlad
mentakhirjkan Hadis Abu Hurairah sebanyak 5.374 Hadis.Rasulullah sendirilah
yang menjulukinya “Abu Hurairah”, ketika beliau melihatnya membawa seekor
kucing kecil. Julukan dari Rosulullah itu semata karena kecintaan beliau
kepadanya, sehingga jarang ada orang memanggilnya dengan nama sebenarnya
(Aburrahman bin Sakir). Ia berasal dari Bani Daus bin Adnan.Abu Hurairah
memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya Perang khaibar, dan meninggal di
Aqiq pada tahun 57 H.
Demikian
menurut pendapat yang kuat. Ia adalah pemimpin para ahli shuffah, yang
menggunakan seluruh waktunya beribadah di masjid nabi. Shuffah adalah tempat
beratap di dalam masjid. Para sahabat yang zuhud itu melindungkan diri
disana.Allah ternyata mengabulkan do’a Nabi s.a.w. agar abu hurairah
dianugerahi hapalan yang kuat. Imam Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi
mentakhrijakan sebuah Hadis darinya, bawa ia pernah berkata: “Aku pernah
mengadu kepada rosulullah s.a.w.: “Wahai Utusan Allah! Aku mendengar banyak
darimu, tetapi aku tidak hapal. “Rasulullah bersabdah: “Bentangkan selendangmu!”
Akupun membentangkanya. Lalu rasulullah menceritakan banyak hadis kepadaku dan
aku tidak melupakan sedikitpun apa yang beliau ceritakan kepadaku”.
Pada masa Umar
bin Al-Khaththab menjadi khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain.
Namun kemudian Umar mencopotnya . ada yang mengatakan, ketika Ali bin Abi
Thalib menjadi khalifah ia ingin mengangkatnya kembali. Namun tidak
bersedia.belakangan Mu’awiyeh mengangkatnya menjadi Gubernur Madinah.Umar-yang
selalu berusaha menertibkan dengan ketat periwayatan dari Rasulullah s.a.w.-
tampaknya mengingkari banyak riwayat Abu Hurairah.
Umar pernah
berkata kepada Abu Hurairah: “Pilihlah, engkau meninggalkan periwayatan hadis,
atau aku pulangkan engkau ke tanah Daus. “Ketika Abu Hurairah meriwayatkan
sabdah rasulullah s.a.w.: “Barangsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan
sengaja, hendaklah dia menyediakan pantatnya untuk dijilat api neraka, “barulah
Umar mengakui periwayatan hadisnya. Umarpun berkata: “Kalau begitu, engkau
boleh pergi dan menceritakan hadis!”Abu Hurairah telah meriwayatkan dari Nabi
saw, dari Abu Bakar, Umar, Ustman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Zaid, A’isyah,
dan sahabat-sahabat lain.
Sedangkan orang
yang meriwayatkan darinya melampui 800 orang, terdiri daripada sahabat
dan tabi’in. diantara mereka termasuk ulama sahabat, seperti Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, dan Annas bin Malik. Sedang dari
kalangan ulama tabi’in, antara lain, Sa’id bin al-Musayyab, Ibnu Sirin, Ikrimah,
Atha’, Mujahid, dan Asy-Sya’bi. Sanad paling shahih yang bepangkal darinya
ialah: Ibnu Syihab az-Zuhri, dari Sa’id bin al-Musayyab, darinya (dari Abu
Hurairah). Adapun yang paling dla’if adalah As-Sari bin Sulaiman, dari Dawud
bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yadiz al-Audi) dari Abu Hurairah.
Di antara
jumlah tersebut, 325 buah hadits disepakati oleh Bukhary Muslim, 93 buah
diriwayatkan oleh Bukhary sendiri dan 189 buah diriwayatkan oleh Muslim sendiri
(in-farada bihi Muslim).
2.
Abdullah bin
‘Umar r.a.
Periwayatan
paling banyak berikutnya sesudah Abu Hurairah adala Abdullah bin Umar. Ia
meriwayatkan 2.630 Hadis.Abdullah adalah putera khalifah kedua, Umar bin
Khathtab, dan saudara kandung Sayyidah Hafshah Ummul Mukminin. Ia salah seorang
diantara orang-orang yang bernama abdullah (Al-Abadilah al-Arba’ah) yang
terkenal sebagai pemberi fatwa. tiga orang lain ialah Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Amr bin al-Ash, dan Abdullah bin az-Zubair.
Ibnu Umar
dilahirkan tidak lama sesudah Nabi diutus. Umurnyasepuluh tahun kketika ikut
masuk islam bersama ayahnya. Kemudian mendahului ayahnya, ia hijrah ke Madinah.
Pada saar perang Uhud ia masih sangat muda, sehingga Rasululla saw
menganggapnya masih terlalu kecil untuk ikut perang, dan tidak mengizinkanya.
Tetapi setelah perang Uhud, ia banyak mengikuti peperangan, seperti perang
Qadisiyah, Yarmuk, penaklukan Afrika, Mesir dan Persis, serta penyerbuan Basrah
dan Madain.
Az-Zuhri tidak
pernah meninggalkan pendapat ibnu Umar untuk untuk beralih kepada pendapat
orang lain. Maliik az_zuhri berkata: ‘sungguh, tak ada suatupun dari utusan
Rosulullah dan para Sahabatnya yang bersembunyi bagi ibnu Umar.’’ Ia
meriwayatkan hadis dari Abu Bakar, Umar, Ustman, Sayyidah Aisyah, saudari
kandungnya Sayyidah Hafshah, dan Abdullah bin Mas’ud. Yang meriwayatkan dari
Ibnu Umar banyak sekali, di antaranya Said bin al-Musayyab, al-Hasan al-Basri,
Ibnu Sirin, Nafi’, Mujahid, Thawus, dan Ikrimah.Ia wwafat pada tahun 73 H. ada
yang mengatakan bahwa Al-Hajjaj menyusupkan seseorang ke rumahnya yang lalu
membunuhnya.. dikatakan , mula-mula diracun, kemudian di tombak dan dirajam.
Pendapaat lain
mengatakan bahwa Ibnu Umar meninggal secara wajar. Informasi ini digunakan
kebenaranya.Sanad yang paling sahih yang bersumber dari Ibnu Umar adalah yang
disebut silsilah adz-Dzahab (Silsilah Emas), yaitu Malik, dari Nafi, dari
Abdullah bin Umar. sedang yang paling dla’if: Muhammad bin Abdullah bi al-Qasim
dari bapaknya, dari kakeknya dari Ibnu Umar.
Hadits Abdullah
bin Umar yang beliau riwayatkan sebanyak 2630 buah tersebut diantaranya yang
muttafaq ‘alaih, sebanyak 170 buah, yang infarada bihi’I-Bukhary sebanyak 80
buah dan yang infarada bihi Muslim sebanyak 31 buah
3.
Anas bin Malik
r’a
Anas bin Malik
adalah urutan ketiga dari sahabat yang banyak meriwayatkan Hadis. Ada 2.286
Hadis yang iariwayatkan.Anas adalah khadam (pelayan) Rasulullah yang
terpercaya. Ketika ia berusia sepuluh tahun, ibunya UmmSulaiman membawanya
kepada Rasulullah s.a.w. untuk berkidmat. Ayahnya bernama Malik bin an Nadlir.
Rasulullah s.a.w. sering bergurau denganya dan memanggilnya: “Hai pemilik dua
telinga!” Rasulullah tidaklah bersikap seperti majikan kepada hambanya. Anas
sendiri pernah berkata: “Rasulullah s.a.w. tidak pernah mendengar apa pun yang
aku perbuat, mengapa aku melakukan ini dan itu. Beliau juga tidak pernah
bertanya tentang sesuatu yang aku tinggalkan (tidak kerjakan), mengapa aku
meninggalkanya.
Tetapi beliau
selalu berkata: ‘ma sya’a Allahu kan wa ma lam yasya’lam yakun’ (Apa pun yang
dikehendaki Allah, pasti terjadi. Dan apa yang tidak dikehendaki tidak akan
terjadi).”Anas sendiri tidak pernah ikut pada peperangan badar yang akbar,
karena usianya masih sangat muda. Tetapi ia banyak mengikuti peperangan
sesudahnya.
Pada waktu Abu
Bakar meminta pendapat Umar mengenai pengangkatan anas menjadi pegawai di
Bahrain, Umar memujinya: “Dia adalah anak muda yang cerdas dan bisa baca
tulis.” Ia terkenal wira’i dan bertakwa, karena pergaulannya yang lama dengan
rasulullah s.a.w. Pada hari-hari terakhir masa kehidupannya, Anas pindah ke basrah.
Sebagian orang mengatakan bahwa kepindahanya itu karena ia terkena fitnah Ibn al-Asy’ats
yang mendorong Hajjaj mengancamnya. Maka tidak ada jalan lain bagi Anas kecuali
hijrah ke basrah, yang menjadikannya satu-satunya Sahabat Nabi di sana. Itulah sebabnya
para ulamamengatakan: “Annas bin Malik adalah sahabat terakhir yang meninggal
di basrah. Ia waafat pada tahun 93H dalam usia melampawi batas seratus tahun.
Pada hari wafatnya, Muwarriq berkata: “telah hilang separuh ilmu. Jika ada
seseorang yang suka memperturutkan kesenangannya bila berselisih dengan kami,
kami berkata kepdanya: Marilah menghadap orang yang pernah mendengar daari Nabi
s.a.w.’ Sanad paling shahih yang bersumber awalnya darinya ialah: Malik, dari
az Zuhri, dari dia (Anas bin Malik). Sedangkan yang paling dla’if Dawud bin al
Muhabbir, dari ayahnya (Al Muhabbir) dari Abban bin Abi Iyasy dari dia.
Di antara
jumlah tersebut , yang muttafaq’alaih sebanyak 168 buah , yang infarada bihi’l-Bukhary
sebanyak 8 buah dan yang infarada bihi Muslim sebanyak 70 buah .
4.
Ummu’L-Mukmin
‘Aisyah r.a.
Aisyah adalah istri Nabi s.a.w. putri Abu Bakar ash Shiddiq, teman
dan orang yang paling dikasihi Nabi s.a.w.. aisyah masuk islam ketika masih
kecil, sesudah 18 orang yang lain. Rasullah s.a.w. memperisterinya pada tahun 2
H. Rasulullah selau mengalah kepadanya dan mengikuti kesenangannya, dengan
penuh cinta. Hal itu tidaklah aneh, kerena pekerti mulia yang ada pada dirinya
kurang dimiliki oleh wanita lainnya beliau mempelajari bahasa, syair, ilmu
kedokteran, nasab-nasab dan hari-hari arab. Berkata az-zuhri: “andaikata ilmu
yang dikuasai aisyah di bandingkan denga yang dimiliki semua isteri nabi
s.a.w. dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu aisyah masih lebiiiih utama. “
urwah menambahkan “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang mengerti ilmu
kedokteran, syair dan fiqh melebihi aisyah.”
Aisyah meriwayatkan 2.210 hadis. Di antara keistimewaannya , beliau
sendiri kadanh-kadang mengeluarkan beberapa masalah dari sumbernya,
berijtihat secara khusus, lalu mencocokkannya denganpendapat para sahabat yang
alim. Berkenaan dengan keahlian aisyah, az-zarkasyi mengarang sebuah kitab
khusus Al-ijabah li iradi mastadrokathu aisyah ‘ala ash-shahabah. Aisyah
wafatpada tahun 57H. Abu Hurairah ikut menyembahyanginya.
Sanad yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id dan Ubaidullah bin Umar bin Hafshin, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah. Juga yang diriwayatkan oleh Az Zuhri atau hisyam bin Urwah, dari Urwah bin Az Zubair, dari Aisyah. Yang paling dla’if adalah yang diriwayatkan oleh Al-harits bin Syabi, dari Umm An Nu’man dari Aisyah.
Sanad yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id dan Ubaidullah bin Umar bin Hafshin, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah. Juga yang diriwayatkan oleh Az Zuhri atau hisyam bin Urwah, dari Urwah bin Az Zubair, dari Aisyah. Yang paling dla’if adalah yang diriwayatkan oleh Al-harits bin Syabi, dari Umm An Nu’man dari Aisyah.
Dari jumlah tersebut , 174 buah
muttafaq’alaih , 64 buah infarada bihi’l-Bukhary dan 68 buah infarada bihi
Muslim .
5.
Abdullah
Ibnu’l-‘abbas r.a.
Abdullah adalah sahabat kelima yang banyak meriwayatkan Hadis,
sesudah sayyidah Aisyah. Ia meriwayatkan 1.660 Hadis. Dia adalah putera paman
Rasulullah s.a.w. (saudara sepupu Rasulullah) ayahnya adalah Al-Abbas bin Abdul
muththalib dan ibunya adalah Ummul fadhk Lubabah binti .
Dari jumlah tersebut , yang mutaffaq’alaih sebanyak 95 buah , yang
infarada bihi’l-Bukhary sebanyak 28 buah dan yang infarada bihi Muslim sebanyak
49 buah .
6.
Jabir
bin’Abdullah r.a.
Jabir bin Abdullah meriayatkan 1.540 Hadis, Ayahnya bernama Abdullah
bin Amr bin Hamrah al-Anshari as-Salami. Ia bersama ayahnya dan seorang pamanya
mengikuti Bai’at al-‘Aqabah kedua diantara 70 sahabat Anshar yang berikrar akan
membantu menguatkan dan menyiarkan agama Rosulullah s.a.w.. jabir jug adapt
kesempatan ikut dalaam peperangan yang di lakukan Nabi, kecuali perang Badar
dan Uhud. Ini di akuinya sendiri: “Aku bbberperang bersama Rosulullah sebanyak
18 kali, tetapi aku tidak mengikuti perang Badar dan Uhud, karena dilarang
ayahku. Setelah ayahku terbunuh, aku selau ikut berperang bersama Rasululllah”.
Jabir bin Abdullah pernah melawat ke Mesir dan Syam. Banyak orang yang menimba
ilmu darinya dimanapun mereka bertemu denganny. Di Massjid Nabi Madinah, ia ia
mempunyai kelompok belajar. Di sini orang berkumpul untuk mengambil mamfaat
dari ilmu dan ketakwaannya. Ia wafat di Madinah pada tahun 74 H Abbas bin
Utsman, penguasa madinah pada waktu itu, ikutmenyembahyangkannya.
Sanad terkenal dan paling shahih darinya adalah yang
diriwayatkan oleh penduduk Mekah melalui jalur Sufyan bin Uyainah, dari Amr bin
Dinar, dari Jabir bin Abdullah.
Dari jumlah tersebut yang mutafaq’alaih sebanyak 60 buah , yang
infarada bihi’l-Bukhary sebanyak 16 buah dan yang infarada bihi Muslim sebanyak
126 buah .
7.
Abu Sa’id al
Khudry r.a.
Hadis hadist yang beliau riwayatkan sebanyak 1170 buah .Dari jumlah
tersebut , yang mutafaq’alaih sebanyak 46 buah , yang infaradabihi’l-Bukhary
sebanyank 16 buah dan yang infarada bihi Muslim sebanyak 52 buah .
PENGKONDIFIKASIAN
HADIST PADA MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN PARA TABI’IN
Hadist
pada Masa Rasulullah SAW
Membicarakan hadits pada masa Rasul SAW berarti membicarakan hadits
pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait langsung dengan
pribadi Rasul sebagai sumber hadits.
Rasul membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun
waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadist. Keadaan ini sangat
menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama
ajaran islam. Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW
berikut ini penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
1)
Cara Rasulullah
menyampaikan hadist
Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun,
mereka selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar,
rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku
beliau selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan)
bagi para sahabat dalam urusan agama dan dunia. Selain para sahabat yang
tidak berkumpul dalam majelis Nabi Saw. untuk memperoleh patuah-patuah
Rosulullah, karena tempat tingal mereka berjauhan, ada di kota dan di desa
begitu juga profesi mereka berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali mereka
berkumpul bersama Nabi Saw. pada saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari
raya. Cara rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada sahabat kemudian sahabat
menyampaikan tausiah tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir
(ikhadz).
2)
Keadaan para
sahabat dalam meneriama dan menguasai hadist
Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadits bertanya
langsung kepada Nabi Saw. dalam problematika yang dihadapi oleh mereka, Seperti
masalah hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitabnya
dari ‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah pernikahan satu saudara karena radla’ (sepersusuan).
Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para sahabat bertanya langsung. Apa bila
masalah biologis dan rumah tangga, mereka bertanya kepada istri-istri beliau
melalui utusan istri mereka, seperti masalah suami mencium istrinya dalam keadaan
puasa.
Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist
Nabi Saw., melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk
mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul
kesamaran dengan al-Quran.
3)
Larangan
menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW
Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum
sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor ;
I.
para sahabat
mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis
masih kuarang.
II.
karena adanya
larangan menulis hadis nabi.
Abu
sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh saw bersabda:
لا تكتبوا عني شيٌا الا القران ومن كتب شيُا فليمحه
Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa
yang menulis dariku hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim )
Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur
aduknya hadis dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau
larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi bagi orang yang
tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau mereka kawatir
akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.
4)
Aktifitas
menulis hadist
Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rosulullah,
ada yang mendapatkan izin khusus dari Nabi Saw.,hanya saja kebanyakan dari
mereka yang senang dan kompeten menulis hadist menjelang akhir kehidupan
Rosulullah.
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara
resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada
larangan penulisan hadist dari Nabi Saw. penulis akan mengutip satu hadist
hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan menulis. Rasulullah Saw.
bersabda:
لاتكتبو اعنّى شيئا غير القران فمن كتب عنىّ شيئا غير القر ان فليمحه.
” jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa
yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.(HR. Muslim
dari Abu Sa;id Al-Khudry).
Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist
yang membolehkan penulisan hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin
Amr, Nabi Saw. Bersabda
اكتب فو الذى نفسى بيده ما خرج منه الاالحق
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya,
tidak keluar dariku kecuali yang hak”.(Sunan al-Darimi)
Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama
mengkompromikannya sebagai berikut:
a.
Bahwa larangan
menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist
tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin
semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Quran, maka hukum larangan
menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
b.
Bahwa larangan
menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus
bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan
dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr
bin Ash.
c.
Bahwa larangan
menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis,
sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat
hafalannya.
Hadist
Pada Masa Sahabat Dan Tabi’in
Hadist
pada masa sahabat
Periode kedua sejarah perkembangan hadist, adalah periode setelah
wafatnya Rasulullah Saw., yang biasa kita kenal dengan masa sahabat, khususnya
masa Khulafa Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Usman Ibn Affan dan Ali
Ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar 11 H. sampai 40 H, masa ini juga
disebut dengan sahabat besar.
a. Sahabat
dan Periwayatan Hadist
Pada
masa menjelang kerasulannya, Rasul SAW berpesan kepada para sahabat agar
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadist serta mengerjakannya kepada orang
lain sebagai mana sabdanya:
عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم- قَالَ « تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه
”Telah
aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan tersesat setelah
berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnahku ”
(H.R Malik).
Perlu
diketahui oleh kita, walaupun ini bukan pembahasan dalam makalah ini, tapi
untuk sekedar informasi untuk bahwa ada dua jalan sahabat dalam meriwayatkan
hadist dari Rasul saw
· Abu
Bakar
Imam
Hakim meriwayatkan dari Qasim bin Muhammad dari siti ‘Aisyah ra., ia berkata:”
Ayahku telah mengumpulkan hadist dari Nabi Saw. sejumlah lima ratus
hadist, setiap malam ia mengulang-ulang beberapa kali…, setelah itu ia
membakarnya.
· Umar
bin khatab
Umar
bin Khatab ra. Pernah ingin mengumpulkan dan menulis hadist, beliau
bermusyawarah dengan para sahabat Rasul lainya dan mereka menyetujui ide
tersebut. Kemudian Umar beristikharah selama sebulan. Namun, rupanya Allah
belum menghendaki. Kemudian ia berkata:” Aku ingin menulis sunnah, setelah itu
aku ingat kaum sebelum kamu sekalian menulis kitab, mereka memfokuskan pada
tulisan itu, kemudian ia meninggalkan kitab Allah. Demi Allah sesungguhnya aku
tidak akan mencampur kkitab Allah (al-Quran) dengan yang lain selamanaya.
Masih
banyak sahabat-sahabat lain yang bersikap penuh kehati-hatian,
diantaranya Ustman bin ‘Affan, Ali bin Abu Thalib, abu Musa dll,
penulis tidak akan menjelaskan itu semua dalam makalah yang singat ini.
2.
Hadits pada masa tabi’in
Tabi’in
telah belajar kepada para sahabat, sehingga ia banyak mengetahui hadist
Rasulullah dari para guru-guru mereka (sahabat), disamping itu mereka
mengetahui para sahabat tentang keengganan menulis hadist dan sahabat
memperbolehkannya, sehingga karakter tersebut diwariskan kepada para tabi’in
besar, sehingga masa ini belum ada hadist yang terkodifikasikan.
PENGKONDIFIKASIAN
HADIST DARI ABAD 2 H SAMPAI DENGAN SEKARANG
A. Abad
2 H (Penulisan dan Pembukuan Hadist secara Resmi)
Pada
periode ini Hadist-hadist Nabi saw mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi.
Adapun Khalifah yang memerintah pada saat itu adalah Umar ibn Abdul Aziz dari
Dinasti Umayyah. Umar ibn Abdul Aziz mempunyai kepentingan di dalam
kepemimpinannya untuk menulis dan membukukan hadis secara resmi,hal ini
didadasarkan pada beberapa riwayat, Umar ibn Abdul Aziz khawatir akan hilangnya
hadist dan wafatnya para ulama hadist. Para sahabat telah berpencar di berbagai
daerah, bahkan tidak sedikit jumlahnya yang sudah meninggal dunia.
Sementara hadist-hadist yang ada di dada mereka belum tentu semuanya sempat
diwariskan kepada generasi berikutnya. Karena itu, khalifah yang
terkenal wara’ dan takwa ini mengupayakan pengumpulan dan penulisan
hadist.
Ada
perbedaan dalam penghimpunan hadist dengan al-Qur’an. hadist mengalami masa
yang lebih panjang sekitar tiga abad dibanding dengan al-Qur’an yang hanya
memerlukan waktu relatif lebih pendek. Yang dimaksud dengan periodeisasi
penghimpunan hadist disini adalah fase-fase yang telah ditempuh dan dialami
dalam sejarah pembinaan dan perkembangan hadist, sejak Rasulullah saw masih
hidup sampai terwujudnya kitab-kitab hadist yang dapat disaksikan sekarang ini.
Pada
masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz,Islam sudah meluas sampai ke
daerah-daerah yang tentunya pemahaman dan pemikiran mereka khususnya tentang
keislaman itu sendiri adalah hadist.Khalifah berinisiatif untuk mengumpulkan
hadist-hadist tersebut dikarenakan semakin meluasnya perkembangan Islam yang
umumnya orang-orang yang baru memeluk agama Islam butuh dengan pengajaran yang
didasarkan pada hadist-hadist Nabi. Selain itu gejolak politik yang terjadi di
kalangan umat Islam, ada beberapa kelompok yang mencoba menyelewengkan
sabda-sabda Rasulullah saw yang akhirnya akan merusak ajaran kemurnian Islam
itu sendiri. Oleh karena itu Umar ibn Abdul Aziz telah menyusun suatu gerakan
yang penuh semangat dalam rangka penyebarluasan dakwah Islamiyah.
Menurut
Ajjaj al-Khathib bahwa kegiatan pembukuan hadist telah diprakarsai oleh ayahnya
Khalifah Umar, yaitu Abdul Aziz yang ketika itu menjabat sebagai gubernur
Mesir. Akan tetapi karena jabatannya sebagai gubernur maka jangkauannya tidak
menyeluruh, oleh karena itu diteruskan oleh Umar setelah diangkat menjadi
Khalifah. Tentunya pengkodifikasian hadist begitu cepat merambah ke
daerah-daerah yang dikuasai oleh gubernur dan langsung memberikan instruksi
agar menulis dan mengumpulkan hadist yang ada pada sahabat dan seterusnya disebarluaskan.
Begitu juga ia mengutus para ulama untuk mengumpulkan hadist-hadist Rasulullah,
hadist yang dipercaya kebenarannya ialah hadis yang telah diriwayatkan oleh
orang-orang yang memiliki sifat menjauhkan diri dari dosa dan takwa.
Jika
kita teliti kemampuan ilmiah umat Islam, sebenarnya telah memungkinkan mereka
untuk melakukan penulisan terhadap hadist-hadist Nabi, Tetapi pendapat
yang dominan di kalangan para sarjana dan ilmuan adalah bahwa hadist-hadist itu
hanya disebarkan lewat mulut ke mulut sampai akhir abad pertama. Perlu kita
ketahui bahwa kecintaan dan kepatuhan para sahabat kepada Nabi saw sungguh
demikian mendalam, karenanya dalam menuliskan risalah ajaran Islam, mereka
melakukannya secara lisan seperti Nabi lakukan terhadap mereka.Kondisi seperti
itu secara tidak langsung mengajarkan kepada kita bahwa hal kepatuhan juga
sebagian dari agama. Adapun pandangan para orientalis tentang penulisan
pertama hadist yang dilakukan oleh al-Zuhri atas perintah Umar ibn Abdul Aziz
adalah palsu. Karena mereka merujuk pada hadist-hadist fikih yang menurut
pandangan para orientalis baru muncul sesudah zaman Umar ibn Abdul Aziz.
Pendapat ini tentunya tidak mengkaji tentang sejarah Islam dari awal, yang mana
ungkapan-ungkapan Nabi saw yang belum ditulis hanya dengan lisan dianggap
sebagai ucapan biasa saja. Padahal bila kita rujuk pada pengertian hadist itu
sendiri bahwa segala sesuatu yang lahir dari perilaku Nabi secara keseluruhan
itu merupakan bahan yang menjadi hukum atau pelajaran pada generasi sesudahnya.
Terkait dengan pengertian tersebut maka kitab al Muwaththa’ karya ibn
Malik merupakan salah satu kitab yang mencatat hadist Nabi saw dan fatwa ulama
awal di Madinah yang menganut pengertian tersebut,sehingga kitab tersebut
disusun berdasarkan pola yang diawali dengan atsar dan baru kemudian
fatwa yang memuat penjelasan-penjelasan hukum yang berkaitan dengan perkataan,
perbuatan yang dilakukan Nabi dan pendapat hukum para sahabat, tabi’in serta
fatwa ulama.
B. Abad
ke 3 H (Pemurnian dan Penyempurnaan Penulisan Hadist)
Menurut
ahli hadist,yang menjadi masalah pokok yang menyebabkan keterlambatan sampai
seratus tahun lebih dalam pembukuan hadist adalah karena hanya mengikuti
pendapat populer di kalangan mereka tanpa meneliti sumber-sumber yang
menunjukkan bahwa hadist sudah dibukukan pada masa yang lebih awal. Sedangkan
sebab lain kenapa hadis belum disusun dan dibukukan pada masa sahabat dan
tabi'in dikarenakan adanya larangan Nabi dalam shahih Muslim, khawatir akan
bercampur dengan al-Qur’an, sebab lain hafalan mereka sangat kuat dan mereka
juga cerdas, di samping umumnya mereka tidak dapat menulis. Baru pada masa
akhir tabi'in, hadist-hadist Nabi disusun dan dibukukan.
Masa
pemurnian dan penyempurnaan hadist berlangsung sejak pemerintahan al-Ma'mun
sampai awal pemerintahan al-Muqtadir dari khalifah Dinasti Abbasiyah.
Ulama-ulama hadist memusatkan pemeliharaan pada keberadaan hadist, terutama
kemurnian hadist Nabi saw, sebagai antisipasi mereka terhadap kegiatan
pemalsuan hadist yang semakin marak. Dalam setiap ajaran agama bagi para
pemeluknya, tentunya sangat bervariasi dalam mengamalkan ajaran itu sendiri.
Ini sesuai dengan kondisi sejauh mana pemahaman mereka tentang agama serta
pengaruh yang dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi taat, fanatik, atau
acuh tak acuh. Perkembangan ilmu pengetahuan sudah dimulai pada abad ke-2
dengan lahirnya para imam mujtahid di berbagai bidang fikih dan ilmu
kalam. Perselisihan dan perbedaan pendapat di kalangan
imam mujtahid menjadi khazanah ilmu yang terus dikembangkan
dan dihargai, tetapi lain halnya yang dipahami oleh para pengikut imam
tersebut. Dikarenakan faktor ingin benar dan menang sendiri maka pendapat ulama
lainnya dianggap tidak benar. Fanatik menjadi ciri khas mereka yang akhirnya
menciptakan hadis-hadist palsu dalam rangka mendukung mazhabnya dan
menjatuhkan mazhab lawannya. Kegiatan pemalsuan hadist mengalami masa
yang begitu lama, sejak dari pemerintahan al-Ma'mun, al-Mu'tasim dan Wastiq,
yang mereka sangat mendukung kaum Mu'tazilah. Momentum
pertentangan mazhab juga
dimanfaatkan oleh kaum kafir Zindiq yang memusuhi Islam untuk menciptakan
hadist-hadist palsu dan menyesatkan kaum muslimin dan tidak ketinggalan para
pengarang cerita juga memanfaatkan situasi tersebut.
Ulama
Mu'tazilah tidak saja mempengaruhi pikiran khalifah untuk bertindak
keras terhadap ahli hadist,bahkan mereka melepaskan caci maki kepada ahli
hadist serta menuduh ahli hadist bodoh dan dungu. Oleh sebab itu para
ulama berupaya agar pelestarian yang berbentuk hadist dapat terus dipertahankan
dan diabadikan tentunya dengan menyeleksi satu demi satu hadist yang telah
masuk ataupun penemuan baru yang hubungan keakuratannya adalah bisa
dipertanggungjawabkan serta memang benar-benar datang dari Nabi saw. Maka para
ulama melakukan kunjungan ke daerah-daerah untuk menemui para perawi hadist
yang jauh dari pusat kota. Di antara mereka adalah Imam Bukhari yang telah
melakukan perjalanan selama 16 tahun dengan mengunjungi kota Mekkah, Madinah
dan kota-kota lain. Seterusnya mereka juga melakukan pengklasifikasian hadist
yang disandarkan kepada Nabi (marfu'), dan yang disandarkan kepada para sahabat
(mawquf), serta yang disandarkan kepada tabi'in (maqthu'), serta penyeleksian
hadist kepada hadist shahih, hasan, dan dha'if.
Adapun
bentuk penyusunan kitab hadist pada periode ini adalah:
1. Kitab Shahih,
kitab ini hanya menghimpun hadis-hadist Shahih, sedangkan yang
tidak Shahih tidak dimasukkan ke dalamnya. Yang termasuk dalam kitab
shahih adalah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
2. Kitab Sunan,
di dalam kitab ini selain dijumpai hadist-hadist Shahih,juga dijumpai
hadist yang berkualitas Dha'if dengan syarat tidak terlalu lemah dan
tidak munkar. Yang termasuk dalam kitab ini antara lain Sunan Abi Dawud,
Sunan at Turmudzi, Sunan al Nasa’I dan Sunan ibn Majah.
3. Kitab Musnad,
di dalam kitab ini dijumpai hadis-hadist disusun berdasarkan
urutan kabilah, seperti mendahulukan Bani Hasyim dari yang lainnya,
ada yang menurut urutan lainnya seperti huruf hijaiyah dan lain
sebagainya. Yang termasuk kitab ini adalah Musnad Ahmad ibn Hanbal.
Penyusunan
ketiga bentuk kitab Hadis tersebut merupakan kebutuhan untuk menyeleksi bahwa
hadist tersebut bersumber atau murni dari Nabi SAW dengan sanad dan perawi yang
dapat dipertanggungjawabkan, dengan otentesitas hadist tersebut maka hadist
tersebut dapat dijadikan sumber hukum dan hujjah sekaligus.
C. Abad
4 s/d 7 H (Pemeliharaan, Penertiban dan Penambahan Dalam Penulisan Hadist)
Sebelum
datangnya agama Islam, bangsa Arab tidak dikenal dengan kemampuan membaca dan
menulis, sehingga mereka lebih dikenal sebagai bangsa
yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Namun demikian, ini tidak
berarti bahwa di antara mereka tidak ada seorangpun yang bisa menulis dan
membaca. Keadaan ini hanya sebagai ciri keadaan dari mereka. Sejarah telah
mencatat bahwa sejumlah orang yang di antara mereka ada yang mampu membaca dan
yang menulis, Adiy bin Zaid al-Abbay (w. 35 sebelum hijrah) misalnya, sudah
belajar menulis hingga menguasainya, dan merupakan orang yang pertama yang
mampu menulis dengan bahasa Arab yang ditujukan kepada Kisra. Sebagian orang
Yahudi juga mengajarkan anak-anak di Madinah menulis Arab. Kota Mekkah dengan
pusat perdagangannya sebelum kenabian, menjadi saksi adanya para penulis dan
orang-orang yang mempu membaca.
Pada
masa setelah sahabat kegiatan pengumpulan hadist sudah menjadi suatu keharusan
sejak abad ke-2, hal ini didasari karena perkembangan Islam semakin meluas dan
diperlukannya rujukan-rujukan hukum yang mudah untuk didapatkan argumennya.
Maka pemeliharaan hadist sudah menjadi tanggungjawab para penguasa pada saat
itu. Dimulai dari khalifah al-Muqtadir sampai pada al-Mu'tashim,
walaupun kekuasaan Islam sudah mulai melemah pada abad ke 7 akibat serangan
Holagu Khan cucu dari Jengis Khan, namun kegiatan para ulama hadist dalam
rangka memeliharannya dan mengembangkannya berlangsung sebagaimana pada periode
sebelumnya. Hanya saja hadist yang dihimpun tidaklah sebanyak masa sebelumnya.
Adapun kitab-kitab hadist yang dihimpun adalah
1. Al-Shahih,
oleh ibn Khujaimah (313 H).
2. Al-Anwa'wa
al-Taqsim, oleh ibn Hibban (354 H).
3. Al-Musnad,
oleh Abu Awanah (316 H).
4. Al-Muntaqa,
oleh ibn Jarud.
5. Al-Muhtarah,
oleh Muhammad ibn Abd al-Maqdisi.
Kitab-kitab
di atas merupakan bahan rujukan bagi para ulama hadist, sekaligus mempelajari,
menghafal dan memeriksa serta menyelidiki sanad-sanadnya. Selanjutnya
menyusun kitab baru dengan tujuan memelihara, menertibkan dan
menghimpun sanad danmatannya yang saling berhubungan serta yang telah
termuat secara terpisah dalam kitab-kitab yang telah ada tersebut.
Adapun
bentuk-bentuk penyusunan kitab hadist pada periode ini memperkenalkan sistem
baru, yaitu:
1. Kitab Athraf,
di dalam kitab ini penyusunnya hanya menyebutkan sebagian dari matanhadist
tertentu kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu,
baik sanad yang berasal dari kitab hadist yang dikutip matannya
ataupun dari kitab-kitab lainnya.
2. Kitab Mustakhraj,
kitab ini memuat matan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari atau
Muslim, atau keduanya atau yang lainnya, dan selanjutnya penyusunan kitab ini
meriwayatkan matan hadist tersebut dengan sanadnya sendiri.
3. Kitab Mustadrak,
kitab ini menghimpun hadis-hadist yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim
atau yang memiliki salah satu syarat dari keduanya.
4. Kitab Jami',
kitab ini menghimpun hadis-hadist yang termuat dalam kitab-kitab yang telah
ada, seperti:
a) Yang
menghimpun hadist-hadist shahih Bukhari dan Muslim.
b) Yang
menghimpun hadist-hadist dari al-Kutub al-Sittah.
c) Yang
Menghimpun hadist-hadist Nabi dari berbagai kitab hadist.
D. Abad
7 H s/d sekarang ( Pensyarahan, penghimpunan, pentakhiran dan
pembahasan Hadist)
1. Kegiatan
periwayatan hadist
Berawal
dari penaklukan yang dilakukan oleh tentara Tartar terhadap pemerintahan
Abbasiyah yang kemudian dihidupkan kembali oleh dinasti Mamluk setelah berhasil
menaklukkan bangsa mongol. Akan tetapi Dinasti Mamluk mempunyai maksud tertentu
dengan membai'at khalifah. Hanyalah sekedar simbol agar daerah-daerah
Islam lain mau mengakui daerah Mesir sebagai pusat pemerintahan Islam yang
akhirnya umat akan tunduk kepada Mesir sebagai pemerintahan Islam, setelah itu
lahirlah pengakuan pada Dinasti Mamluk sebagai penguasa dunia Islam. Setelah
masa berlalu, kekuasaan Dinasti Mamluk sudah mulai surut, masuklah abad ke-8 H,
Usman Kajuk mendirikan kerajaan di Turki atas peninggalan Bani Saljuk di Asia
Tengah sambil menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang ada disekitarnya dan
selanjutnya membangun Daulah Utsmaniah yang berpusat di Turki. Setelah
menaklukkan Konstantinopel dan Mesir (runtuhnya Khalifah Abbasiyah),
maka berpindahlah pusat kekuasaan Islam ke Konstantinopel pada abad ke-13 H,
Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Ali mulai bangkit untuk mengembalikan
kejayaan Mesir masa silam. Namun Eropa bertambah kuat menguasai dunia, secara
bertahap mereka mulai menguasai daerah-daerah Islam, sehingga pada abad ke-19 M
sampai abad ke-20 M hampir seluruh wilayah Islam dijajah oleh bangsa
Eropa. Kembangkitan kembali umat Islam baru dimulai pada pertengahan abad
ke-20 M. Sejalan dengan kondisi Islam di atas, maka periwayatan hadist
pada periode ini lebih banyak dilakukan dengan
cara ijazahi dan mukatabah. Sedikit sekali dari ulama
hadist. pada periode ini melakukan periwayatan hadist secara hafalan
sebagaimana yang dilakukan oleh ulama yang terdahulu di
antaranya:
v Al-'Iraqi
(w. 806 H/ 1404 M). Dia berhasil mendiktekan hadist secara hafalan kepada 400
majelis sejak tahun 796 H / 1394 M, serta menulis beberapa kitab hadist.
v Ibn
Hajar al-Asqalani (w. 852 H / 1448 M), seorang penghafal hadist yang tiada
tandingannya pada masanya. Ia telah mendiktekan hadist kepada 1000 majelis
dan menulis sejumlah kitab yang berkaitan dengan hadist.
v Al-Sakhawi
(w. 902 H / 1497 M), ia merupakan murid Ibnu Hajar, yang telah mendiktekan
hadist kepada 1000 majelis dan menulis sejumlah kitab.
Pada
masa ini, para ulama hadist pada umumnya mempelajari kitab-kitab hadist yang
sudah ada dan selanjutnya mengembangkannya dan meringkasnya sehingga
menghasilkan jenis-jenis karya seperti kitab Syarah, Mukhtashar, Zawa'id,
Takhrij dan lain sebagainya. Tentunya tidak terlepas dari pengkaji hadist
pada saat sekarang, selain mengkaji Matan (isi) hadist tersebut dapat
dijadikan sebagai rujukan dan bacaan pada generasi baru dan tidak hanya
menerima bahwa hadist tersebut shahih atau tidakshahih. Akan tetapi
kita telah mendapatkan suatu pengetahuan dasar untuk mencari dan memastikan
sebab musabab hadist tersebut beroperasi, yang tentunya tidak terlepas dari
perjalanan menyelamatkan hadist dari orang-orang yang ingin
menyelewengkannya.Dalam hal ini kita tidak terlepas dari
ilmu Tarikhir-Ruwah yang membicarakan hal ihwal para rawi hadist baik
yang bersangkutan dengan umur dan tanggal kapan mereka dilahirkan, dimana
domisili mereka dan kapan mereka menerima hadist dari guru-guru mereka.
2.
Bentuk penyusunan kitab hadist
Pada
periode ini, umumnya para ulama hadist mempelajari kitab-kitab hadist yang
telah ada, kemudian mengembangkan dan meringkaskannya sehingga menjadi sebuah
karya sebagai berikut:
a. Kitab Syarah.
Yaitu kitab yang memuat uraian dan penjelasan kandungan hadist dari kitab
tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil lain yang bersumber dari al-Qur’an
dan hadist, ataupun kaidah-kaidah syara’ lainnya. Di antara
contohnya adalah:
1. Fath
al-Bari, oleh Ibn Hajar al-Asqalani, yaitu syarah kitab Shahih al-Bukhari.
2. Al-Minhaj, oleh
al-Nawawi, yang mensyarahkan kitab Shahih Muslim.
3. ‘Aun
al-Ma’bud, oleh Syams al-Haq al-Azhim al-Abadi, syarah sunan Abu
Dawud.
b. Kitab
Mukhtashar. Yaitu kitab yang berisi ringkasan dari suatu kitab hadist,
sepertiMukhtashar Shahih muslim, oleh Muhammad fu’ad abd al-Baqi.
c. Kitab Zawa’id.
Yaitu kitab yang menghimpun hadist-hadist dari kitab-kitab tertentu yang tidak
dimuat kitab tertentu lainnya. Di antara contohnya adalah Zawa’id al-sunan
al-Kubra, oleh al-Bushiri, yang memuat hadist-hadist riwayat al-Baihaqi yang
tidak termuat dalam al-Kutub al-Sittah.
d. Kitab
petunjuk (kode indeks) hadist. Yaitu, kitab yang berisi petunjuk-petunjuk praktis
yang mempermudah mencari matan hadist pada kitab-kitab tertentu.
Contohnya,Miftah Kunuz al-Sunnah, oleh A.J. Wensinck, yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh M. Fu’ad ‘Abd al-Baqi.
e. Kitab Takhrij.
Yaitu kitab yang menjelaskan tempat-tempat pengambilan hadist-hadist yang
memuat dalam kitab tertentu dan menjelaskan kualitasnya. Contohnya
adalah,Takhrij Ahadits al-Ihya’, oleh Al-‘Iraqi. Kitab ini
men-takhrij hadist-hadist yang terdapat di dalam kitab Ihya’ ‘Ulum
al-Din karya Imam al-Ghazali.
f. Kitab Jami’.
Yaitu kitab yang menghimpun hadist-hadist dari berbagai kitab hadist tertentu,
seperti al-Lu’lu’ wa al-Marjan, karya Muhammad fu’ad al-Baqi. Kitab ini
menghimpun hadist-hadist Bukhari dan Muslim
g. Kitab
yang membahas masalah tertentu, seperti masalah hukum. Contohnya, Bulugh
al-Maram min Adillah al-Hakam, oleh Ibn Hajar al-‘Asqalani dan koleksi
Hadis-hadis Hukum oleh T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.
Dengan
adanya karya-karya besar para ahli hadist tersebut, maka dapatlah mempermudah
generasi sekarang ini dalam mempelajari serta mentelusuri hadist-hadist yang
ada sekarang, sehingga dapat mengetahui kualitas hadist-hadist tersebut, dan
menghindarkan diri dari pengamalan hadist-hadist yang daif. Penulisan dan
Pembukuan Hadits pada abad ke II H
Pembukuan hadits diprakarsai oleh Umar bin Abdul Aziz salah seorang Bani Umayyah. Adapun yang mendorong beliau untuk membukukan hadits adalah para perawi/ penghafal hadits kian lama kian banyak yang meninggal dunia.
Pembukuan hadits diprakarsai oleh Umar bin Abdul Aziz salah seorang Bani Umayyah. Adapun yang mendorong beliau untuk membukukan hadits adalah para perawi/ penghafal hadits kian lama kian banyak yang meninggal dunia.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengumpulan
hadist secara resmi telah dimulai sejak Khalifah Umar ibn Abdul Aziz, yaitu
awal abad ke 2, hal ini dilakukan dalam rangka melestarikan hadist agar hadist
tersebut tidak hilang bersama penghafal hadist, di samping itu merupakan
tuntutan kondisi umat Islam semakin banyak dan wilayahnya semakin luas,
sehingga diperlukan suatu rujukan hukum berupa hadist setelah al-Qur’an
Sesudah
itu, penulisan dan pembukuan hadist melewati beberapa proses yang semuanya
bertujuan mencapai kesempurnaan dan penjagaan atas keaslian hadist-hadist
tersebut.
Dalam
pemilahan hadist yang shahih dan yang palsu, kiranya kita harus
melihat sanaddan matannya, dan yang terlebih lagi hadist tersebut
tidak mempunyai pertentangan dan tidak menjadi kepentingan politik golongan
tertentu pada masa silam sehingga dilestarikannya dengan hadist pemalsuan.
DAFTAR PUSTAKA
• Dr. As-Shalih Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Pustaka Firdaus, Cetakan Kedelapan, Februari 2009.
Sands Casino
ReplyDeleteThe best part 메리트카지노총판 about this is that it has the highest gaming 샌즈카지노 floor in the world. The Sands Las Vegas deccasino Casino has over 2,300 table games, including video poker,